Sejarah,
mungkin kata-kata itu sudah tidak asing di telinga kita apa lagi Lia. Lia
adalah seorang anak smp yang sedang duduk di kelas 7 ini yang sangat tak mengerti dengan
pelajaran sejarah. Tapi mungkin kali ini ia akan berterima kasih kepada
sejarah, karena dari sejarah inilah kisahnya di mulai. “Kali ini kita akan
mempelajari tentang manusia purba,” kata Bu Sum sambil tersenyum. Lia pun
langsung menghela nafas panjang ketika mendengar kata- kata itu. Baginya mempelajari
tentang manusia purba adalah hal yang paling susah karena ia harus menghafalkan
tempat di temukannya, tahun-tahun ditemukannya dan siapa penemunya selain kita
harus menghafalkan nama dari manusia purba itu sendiri. Bu Sum memberikan tugas
kepada mereka untuk membuat mading manusia purba secara berkelompok. “Sekarang
ibu bagi dulu kelompoknya,” kata Bu Sum “Yaah kok ditentuin bu kelompoknya,”
kata Lia dengan nada kecewa. Bu Sum hanya tersenyum manis melihat ekspresi
murid-muridnya. Memang guru sejarah yang satu ini adalah guru sejarah yang
berbeda dengan yang lainnya. Bu Sum adalah guru sejarah yang paling enak
dilihat bukan karena wajahnya yang cantik melainkan wajahnya yang selalu ceria
dan itu ya membuat para murid-muridnya menjadi lebih semangat untuk belajar dan
tidak bosan untuk pelajarannya termasuk Lia. Dan Lia pun masuk di kelompok
terakhir besama Icha, Aliyah, Dio, dan juga Ardi.
Mereka berkumpul dengan kelompoknya
masing-masing dan memmbicarakan konsep tentang mading manusia purba yang akan mereka
buat. Lia berkumpul dengan kelompoknya dan membicarakan ide-ide dari
masing-masing anggota untuk madingnya. Pada saat itu ia mulai mengetahui
sedikit demi sedikit sifat-sifat dari anak cowok di kelasnya, terutama yang ada
pada kelompoknya. “Dio adalah sosok anak yang diam, tapi kalau kita sudah
mengenal secara dekat sebenarnya anak itu punya jiwa humoris yang masih polos,
Ardi teman sdku yang nggak pernah berubah sifat maupun gayanya yang cuek tapi
dari sorot matanya aku melihat ada yang lain dari anak ini etah apa aku juga
masih belum paham,” kata Lia dalam hati. Setelah selesai mengumpulkan dan
menyaring ide-ide tersebut kami memutuskan untuk mengerjakannya setiap pulang
sekolah dan kami pun bertukar nomor hand phone untuk mempermudah komunikasi. Pulang
sekolah setelah sampai dirumah, Lia .mengambil hand phone nya dan mengirim
pesan singkat pada teman sekelompok nya untuk mengingatkan bahan-bahan mading
yang tadi sudah di bagi untuk tidak lupa membawanya besok. Hp Lia bergetar
ternyata Ardi membalas pesan Lia, tapi balasannya hanya menanyakan siapa
pengirim pesan itu dan Lia pun memberitahu Ardi bahwa yg mengirim adalah
dirinya “ini aku Lia,” balasnya.
Tugas mading pun selesai, kelompok
Lia yang berhasil mendapatkan A nilai
tertinggi dikelasnya. “Hari sabtu yang cukup menyenangkan,” kata Lia kepada
Icha dan Aliyah sahabatnya saat mereka duduk di angkot. Setelah sampai rumah
Lia merebahkan diri dan memejamkan mata tapi ia dibangunkan kembali oleh
getaran dari hand phonenya saat membuka ternyata ada pesan masuk, Lia pun
terbelalak saat membuka isi pesan singkat itu yang ternyata dari Ardi. “Tumben-tumbenan
anak ini sms kayak gini,” kata Lia sambil menatap layar hand phonenya yang
masih terdapat tulisan “lagi ngapain?”. Bagaimana Lia tidak bingung, sejak kelas
6 ia memang sekelas dengan Ardi tapi baru kali ini dirinya dikirimi pesan
singkat oleh Ardi. Mugkin dulu yang awalnya hanya menanyakan “besok ada pr
apa?” lama-lama pesan itu berubah degan kata-kata “lagi ngapain?” walaupun
seperti itu, Lia tidak pernah berpikir aneh-aneh tentang sms-sms dari Ardi yang
mungkin menurut anak cewek yang lain kalu ada anak cowok yang sms seperti itu
tandanya cowok itu perhatian sama si cewek. Tapi Lia berbeda, Lia hanya
menanggapi perhatian Ardi sebagai perhatian ari seorang teman. Sahabat Lia pun
tak ada yang mengetahui bahwa dirinya dan Ardi selalu bertukar pesan saat ada
waktu senggang. Dan pertukaran pesan-pesan itu berlanjut hingga kenaikan kelas.
“Kamu masuk kelas apa?” sms Ardi
yang sedang di baca Lia, “kelas 8f, kamu?” balas Lia. Hp Lia bergetar lagi dan
ia membuka pesan yang masuk “sama aku juga masuk di 8f” tanpa sadar di bibirnya
terdapat sebuah senyuman yang entah apa arti senyuman itu. Di kelas 8 pun Ardi
dan Lia masih bertukar pesan. Sampai suatu saat Dika teman Ardi mengetahui
bahwa dirinya sedang berikirim pesan dengan Lia. Dan sejak saat itu kata-kata
“cie Lia sama Ardi” terdengar di dalam kelas. “Kamu kok nggak pernah cerita se
Li kalau kamu sms an sama Ardi?” kata Icha tiba-tiba. “Apa se, aku lo nggak ada apa-apa sama anak
itu” balas Lia. “Boleh nggak sih kita liat sms mu sama anak itu?” goda Aliyah.
Dengan kepasrahan Lia pun menunjukan sms-sms dari Ardi kepada dua sahabatnya
itu. “Ini se nggak biasa Li,” kata Icha. “Iya ini nggak biasa, kayaknya dianya suka kamu deh Li,” tambah
Aliyah. Kata-kata Aliyah barusan membuat Lia tercengang, dan dalam pikirannya
terukir sebuah pertanyaan “apa iya Ardi suka sama aku?”.
Semakin lama Lia pun menyadari ada
yang aneh dalam dirinya, entah rasa apa itu diapun tak mengerti. Sampai suatu
saat dia tidak bisa memendam hal itu, dan akhirnya ia bercerita pada kedua
sahabatnya. “Kalau dari ceritamu tadi, kamu itu suka Li sama Ardi,” kata Icha.
“Iya Li setuju aku sama Icha,” tambah Aliyah. Pertanyaan di otak Lia bertambah
“Apa iya aku suka sama Ardi?” dan pertanyaan tersebut terjawab dengan
berjalannya waktu “Iya, aku memang suka sama Ardi,” terucap dalam hatiya sambil tersenyum. Kedua
sahabat Lia mengetahui hal itu dan mereka selalu menggoda Lia dengan Ardi.
Comblangan-comblangan itu tidak membuat Ardi dan Lia berhenti untuk bertukar pesan, malah mereka jadi lebih
sering atau bisa dibilang lebih deket dari yang sebelumnya. Terkadang terlintas
di pikiran Lia “Apa Ardi suka aku? apa dia ngerti kalau aku suka dia? Apa kamu
terlalu cuek ya sampek kamu nggak sadar kalau aku suka kamu” selalu itu yang
terlintas di pikiran Lia. Pertanyaan-pertanyaan itu masih ada di pikiran Lia
sampai ia naik ke kelas sembilan.
Kelas sembilan! “aku sekelas lagii?”
kata Lia sambil menatap layar hand phonenya yang berisi kata-kata “sama aku
juga 9f,” ya itu sms dari Ardi. Dan sejak saat itu Lia berpikir “gimana kalau
aku nggak sms anak itu? Selama ini kan yg sms duluan kadang dia kadang aku. kalau
aku nggak sms dia apa dia masih sms aku?” kata Lia dalam hati. Dan akhhirnya
selama kelas sembilan Lia berusaha untuk tidak mengirim pesan terlebih dahulu
tapi nyatanya Ardi pun masih tetap mengirim pesan pada Lia, ya walaupun
pesan-pesan itu berubah menjadi setiap sabtu dan minggu. “Mungkin Ardi juga
butuh fokus belajar kan sekarang juga udah kelas Sembilan,” kata Lia dalam
hati. Sampai suatu hari Lia sakit, di dalam kelas terlihat lemas ia meletakkan
kepalanya di meja dengan berbantalkan tangan. Ia menyadari ada sepasang mata di
sana yang mengamat dirinya tapi entah siapa itu dia pun tak tahu dan dia tak
ingin mencari tahu. Sepulang sekolah hp nya bergetar ada pesan masuk, ketika ia
buka ternyata pesan dari Ardi “Kamu tadi kenapa?” tanya Ardi. Tanpa sadar Lia
tersenyum membaca sms itu “Ternyata kamu merhatiin aku ya di,” ucap Lia sambil
tersenyum. Tapi pertanyaan itu terngiang lagi “Apa Ardi suka aku? Apa dia
ngerti kalau aku suka dia? Apa kamu terlalu cuek ya sampek kamu nggak sadar
kalau aku suka kamu.” Perhatian-perhatian Ardi secara diam-diam itu membuat Lia
semakin bingung. “Entah sampai kapan aku harus memendam perasaan ini ke kamu”
kata Lia dalam hati.
Wisuda adalah hal yang menyenangkan
dan juga menyedihkan bagi setiap anak saat ini termasuk Lia. “Sebetar lagi kita
nggak bakal sekelas lagi di,” kata Lia
dalam hati. Ya itu karena Ardi masuk ke dalam sekolah yang berbeda dengan Lia
dan juga Ardi harus masuk ke dalam asrama. Sedih memang, tapi apa yang bisa dilakukan
oleh seorang Lia. Lia yang sampai sekarang belum mengetahui kepastian dari
perasaan Ardi yan sebenarnya. Kedua sahabat Lia, Icha dan juga Aliya sudah
sering memancing Ardi untuk mengatakan siapa yg disukainya tapi itu selalu saja
tak berhasil. Mungkin Lia sudah terlau capek dengan ini semua sampai dia
berkata pada kedua sahabatnya itu “udah wes rek biarin pasrah aku.” Dan saat
inilah perpisahan dimulai setelah empat tahun bersama tanpa ada kepastian dan
keberanian.
Saat SMA ini Lia dan Ardi masih
saling berhubungan, “Ya walaupun hanya lewat jejaring social seenggaknya nggak
loss kontak lah” kata Lia sambil tersenyum di depan layar laptop yang sedang
chating dengan Ardi. Dalam hati Lia berkata “Aku nggak mau mulai karena aku
takut kalau kita nggak bakal deket kayak gini lagi.”a
by: @vzaulia